Total Tayangan Halaman

Sabtu, 21 Januari 2012

Judul


                Malam ini aku kembali berkutat dengan laptopku, sekedar membuka-buka internet untuk menemukan sesuatu yang menarik. Hingga kemudian mataku terpaku pada sesuatu, sebuah poster elektronik yang berisi pengumuman tentang sebuah lomba membuat cerita pendek yang berhadiah lumayan besar. Lumayan, pikirku. Aku bisa membantu kedua orangtuaku yang bahkan harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupku.

                Aku memang bukan seorang yang ahli membuat karangan, tapi apa salahnya mencoba? Apalagi aku hanya membutuhkan modal koneksi internet dan membuat sebuah cerita pendek. Meskipun aku tidak pernah membaca novel-novel bestseller terbaru, tapi aku cukup sering mengunjungi perpustakaan kota yang terletak beberapa meter di samping rumahku. Setidaknya aku punya modal perbendaharaan kata yang cukup.

Tapi apa yang harus kutulis? Satu jam berlalu begitu saja, aku tetap termangu melihat laptop dan tak kunjung mengetikkan sesuatu yang berharga. Sebenarnya aku hanya membutuhkan suatu asupan, yaitu judul. Entah kenapa menentukan judul sangat sulit bagiku. Mengarang bebas memang terlalu sulit, menurutku lebih mudah membuat cerita pendek yang sudah ditentukan judulnya. Huh.

Hingga handphoneku berdering menandakan ada suatu pesan baru masuk. Aldy, seorang temanku yang juga sedang bingung lantaran dia juga ingin mengikuti lomba cerpen itu. Dia bilang baru mengetik judulnya saja, sontak aku terkaget. Sepertinya dia satu langkah lebih maju dariku. Akhirnya aku menyuruhnya memberikan ide bagi judul cerpenku, dia bilang judulnya adalah “Judul”.

Aku kaget menerima judul itu, tapi dengan “Judul” itu aku tiba-tiba menemukan sebuah rentetan cerita yang menarik! Cerita ini benar-benar lain daripada yang lain, aku berharap besar untuk kemenangan cerpenku kali ini. Judul, bawalah aku kepada kemenangan. Bisikku perlahan di setiap do’aku untuk Tuhan.

Beberapa hari berlalu, surat penanda kemenanganku tak kunjung dikirimkan oleh pak pos. Ah mungkin memang bukan nasib mujurku untuk menang kali ini, batinku. Sampai beberapa minggu tak ada kabar, akupun sudah melupakan cerpen itu. Aku anggap memang bukan aku pemenangnya.

Tepat satu bulan kemudian, seseorang meneleponku, orang itu mengaku pemilik suatu perusahaan penerbit buku. Aku langsung terkaget-kaget dibuatnya. Sebenarnya aku tak langsung percaya, tapi orang itu bilang dia sangat tertarik dengan cerpen berjudul “Judul” yang aku kirimkan itu. Akhirnya aku percaya, kalau dia bukan orang di balik lomba cerpen itu, bagaimana di bisa tahu “Judul” yang aku kirimkan? Beliau akhirnya mengajakku untuk bertemu di salah satu restoran di kotaku. Aku menyetujuinya dan berharap besar aku bisa menjadi seorang penulis terkenal.
***

Hari itu adalah hari yang ditentukan, dengan semangat membara dan kepercayaan diri yang tinggi aku datang lebih awal ke restoran itu sebelum waktu yang ditentukan. Aku tersenyum tanpa henti dan anganku terus melambung andaikata aku menjadi seorang penulis terkenal, aku akan bisa membahagiakan kedua orangtuaku, dan aku juga bisa membanggakan diri kepada guru Bahasa Indonesia serta teman-temanku. Ah indah sekali.

Beberapa menit kutunggu, tak juga datang si bapak itu. Mungkin beliau mengalami kemacetan di jalan. Aku terus berpikir positif sambil meminum segelas teh yang telah kupesan beberapa menit yang lalu. Lama sekali, tapi aku tetap tabah menunggunya.

“Hei, nak. Maaf sudah menunggu lama.” Seseorang datang dari arah belakang dan memukul pundakku.

Rasa bahagia menyeruak di dadaku, akhirnya kesempatanku menjadi seorang penulis terbuka lebar. Terima kasih Tuhan. Kemudian aku menoleh ke belakang.

“Huahahhahaha.” Orang itu tertawa.

Aku kenal wajah itu, Aldy. Sial, aku tertipu!
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar